Oleh Yuni Fatmawati, S.Pd
CGP Angkatan 8 Kabupaten Jember
Unit Kerja UPTD Satuan Pendidikan SMPN 2 Sumberbaru
Tidak terasa rangkaian modul Pendidikan Guru Penggerak sudah berada penghujung program. Tibalah saatnya untuk mengkoneksikan materi yang sudah diperoleh dengan modul sebelumnya dan pemahaman yang sudah didapatkan baik bagi diri sendiri maupun komunitas. Berikut ini hasil koneksi antar materi modul 3.3 yaitu pengelolaan program yang berdampak positif pada murid yang dapat saya tuliskan melalui untaian kata yang penuh makna dan penuh pengharapan.
A. Pemikiran reflektif terkait pengalaman belajar
1) Pengalaman/materi pembelajaran yang baru saja diperoleh
Pada materi modul 3.3 tentang pengelolaan program yang berdampak positif pada murid, saya mempelajari makna dari “student agency” atau kepempimpinan murid yang berkaitan dengan
pengembangan identitas dan rasa memiliki dalam diri murid. Seorang guru harus memiliki pikiran yang luas ke depan dan menyadari bahwa setiap murid memiliki potensi yang dapat dikembangkan. Sesuai filosofi Ki Hadjar Dewantara guru seyogyanya menyediakan lingkungan yang mampu memekarkan potensi sesuai kodrat yang dimiliki anak. Untuk mewujudkan kepemimpinan murid ini, aspek suara (voice), pilihan (choice) dan kepemilikan (ownership) harus dapat difasilitasi dan murid terlibat aktif dalam menentukan tujuan belajar mereka sendiri.
Melalui proses belajar yang seperti ini, murid-murid akan secara alamiah mempelajari keterampilan belajar (belajar bagaimana belajar). Keterampilan belajar yang dibutuhkan tak hanya untuk saat ini, tapi merupakan bekal mereka di masa depan. Hubungan yang tercipta antara guru dengan murid bersifat kemitraan. Guru tak hanya menstransfer ilmu pengetahuan pada murid, namun juga mampu menumbuhkembangkan kepercayaan diri murid dalam mewujudkan kepemimpinan murid. Dengan menumbuhkembangkan kepemimpinan murid maka secara bersamaan kita sebenarnya juga sedang membangun karakter murid sesuai Profil Pelajar Pancasila. Motivasi, harapan, efikasi diri dan growth mindset mampu menjembatani murid menuju kesejahteraan lahir batin (wellbeing) seperti yang diharapkan Bapak Pendidikan Nasional Ki Hadjar Dewantara.
2) Emosi-emosi yang dirasakan terkait pengalaman belajar
Awal mempelajari materi modul ini saya agak kesulitan dalam memahami materi yang memiliki makna begitu dalam. Saya tidak boleh menyerah, tantangan menyelesaikan materi di akhir modul harus menguatkan semangat saya. Pelan tapi pasti pemahaman saya semakin bertambah dan semakin menjadi tantangan untuk dapat menerapkan di lembaga tempat saya mengabdi saat ini. Begitu luar biasa modul ini sudah membuka cakrawala berpikir saya bahwa guru harus mampu memfasilitasi suara, pilihan dan kepemilikan murid yang selama ini kita renggut karena menganggap mereka harus menuruti semua kebijakan sekolah dan harapan guru. Sudah saatnya murid dikuatkan rasa percaya diri mereka akan potensi yang mereka miliki.
3) Apa yang sudah baik berkaitan dengan keterlibatan dirinya dalam proses belajar
Di pembuka modul 3.3 kegiatan mulai dari diri mampu memantik semangat saya sekaligus membuka memori kegiatan sekolah yang menyenangkan dan masih dikenang sampai saat ini. Hal yang sama juga dirasakan teman CGP lain dengan membaca tanggapan mereka. Saat kegiatan eksplorasi konsep forum diskusi saya menanggapi dan mengajukan pertanyaan tentang program salah satu teman yang sangat menginpirasi. Dari proses diskusi ini saya mendapatkan referensi agar dapat menyusun program yang berpihak pada murid. Ruang kolaborasi sesi diskusi bersama rekan kelompok menjadi hal yang menarik dan tidak mudah dilupakan. Sesi diskusi dapat dilalui dengan penuh semangat dan semua anggota kelompok aktif dalam menyampaikan ide maupun pendapatnya. Ketika ruang kolaborasi sesi presentasi, saya aktif dalam menanggapi hasil kerja kelompok lain untuk menambah pengetahuan saya bahkan memberikan masukan yang membangun.
Dapat saya simpulkan secara umum setelah saya menyelesaikan seluruh rangkaian modul CGP ini saya mengalami sendiri bagaimana keterampilan belajar (belajar bagaimana belajar). Saya merasakan awal mengikuti CGP keilmuwan saya sangat dangkal dan masih berpikir konvensional. Saat ini setelah menyelesaikan rangkaian modul, kepercayaan diri saya bertambah dan mindset tentang murid berubah menjadi lebih baik. Pendidikan bermakna bukan dikendalikan oleh guru, namun dengan mengembangkan kepemimpinan murid maka murid akan menjadi pribadi yang luar biasa. Terbayang di benak saya, jika semua guru berasal dari CGP yang memiliki semangat memajukan pendidikan tentunya akan mampu melahirkan penerus bangsa yang tangguh dan berkualitas.
4) Apa yang perlu diperbaiki terkait dengan keterlibatan dirinya dalam proses belajar
Hal yang masih perlu diperbaiki terkait pembelajaran modul 3.3 ini saya kurang kreatif dan inovatif dalam menggali dan menemukan alternatif program yang dapat dikembangkan di sekolah disesuaikan dengan potensi/asset yang dimiliki. Untuk itulah saya harus banyak belajar dan mencari referensi kegiatan yang berpihak pada murid di berbagai literatur maupun ajang berbagi praktik baik dari rekan sekolah lain agar wawasan bertambah serta menggunakan kepekaan hati dalam memaksimalkan segala potensi yang dimiliki murid. Selain itu berkolaborasi dengan rekan guru maupun kepala sekolah sangat diperlukan agar rencana program yang sudah tercetus dapat tersampaikan dan menjadi program sekolah sehingga mudah diwujudkan.
5) Keterkaitan terhadap kompetensi dan kematangan diri pribadi
Setelah mempelajari modul ini, saya merasa kompetensi diri saya sebagai guru professional semakin terlatih. Wawasan saya semakin bertambah dan mulai tergerak untuk menumbuhkembangkan kepemimpinan murid dimulai dari kegiatan pembelajaran di kelas. Selain itu saya dapat berbagi pengalaman atau memberikan aspirasi tentang program yang dapat dikembangkan di sekolah baik intrakurikuler, kokurikuler maupun ekstrakurikuler untuk menguatkan suara, pilihan dan kepemilikan murid. Murid tak hanya datang dan menerima ilmu, tapi mereka dapat mengembangkan potensi yang dimiliki.
Implikasi terhadap kematangan diri pribadi yaitu kedekatan saya pada murid bertambah sehingga menumbuhkan kemitraan dengan murid yang lebih baik. Kepekaan dan kepeduliaan saya semakin kuat dalam mengembangkan potensi murid. Saya harus istiqomah dan mampu menjadi inspirator dan motivator bagi murid agar kepercayaan diri mereka semakin tumbuh dan berkembang. Jika kepercayaan dalam diri murid mulai terbentuk maka mereka mampu menyampaikan aspirasi meliputi suara, pilihan dan kepemilikan pada kegiatan di sekolah yang berpihak pada murid.
B. Analisis untuk implementasi dalam konteks CGP
1) Memunculkan pertanyaan kritis yang berhubungan dengan konsep materi dan menggalinya lebih jauh
Setelah mempelajari modul 3.3, pertanyaan yang masih ada dalam pikiran saya adalah :
- Bagaimana merancang sebuah program yang dapat mendorong murid menumbuhkembangkan kepemimpinan murid (student agency) dalam proses pembelajaran di kelas dengan kondisi kelas yang pasif dan sulit menyuarakan pendapat?
- Bagaimana merancang program sekolah yang dapat menumbuhkembangkan kepemimpinan murid (student agency) yang berdampak positip pada murid dengan menggunakan aset potensi yang ada dan mampu menumbuhkan karakter sesuai profil pelajar Pancasila?
- Bagaimana membangun kolaborasi dan sinergi agar seluruh stakeholder sekolah terlibat dan memiliki rasa tanggungjawab dan kepemilikan bersama akan program yang berdampak positif pada murid?
2) Mengolah materi yang dipelajari dengan pemikiran pribadi sehingga tergali wawasan (insight) baru
Penyediaan lingkungan belajar dengan penerapan disiplin positif akan mampu memekarkan segala potensi yang dimiliki murid. Dengan hal tersebut maka kepercayaan diri murid menjadi lebih baik sehingga murid mampu mewujudkan kepemimpinan dalam dirinya. Pengalaman belajar bermakna dan menyenangkan yang dialami oleh murid di dalam kelas akan membentuk serta mempengaruhi karakter serta kepribadian mereka di masa depan. Jadi sudah selayaknya guru mampu merancang pembelajaran yang memfasilitasi lingkungan belajar murid sehingga tujuan pendidikan sesuai filosofi Ki Hajar Dewantara dapat terwujud.
Lingkungan belajar sangat berperan dalam menumbuhkembangkan kepemimpinan murid. Komunitas yang mendukung kepemimpinan murid akan memahami bahwa sesungguhnya setiap murid memiliki suara, pilihan dan kepemilikan dalam proses pembelajarannya, sehingga untuk menumbuhkembangkan student agency maka murid perlu dilibatkan dalam perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi berbagai program sekolah. Seluruh guru dapat memanfaatkan setiap asset atau kekuatan yang ada disekolah untuk merancang program yang mendorong tumbuhnya kepemimpinan murid dengan menerapkan pendekatan inquiri apresiatif melalui tahapan BAGJA, baik untuk program pembelajaran di kelas maupun program sekolah.
3) Menganalisis tantangan yang sesuai dengan konteks asal CGP (baik tingkat sekolah maupun daerah)
Tantangan dalam kelas
Tantangan yang saya alami ketika merancang suatu program yang berdampak pada kepemimpinan murid adalah mendapati kelas yang cenderung pasif saat kegiatan KBM, murid kurang memiliki keberanian dalam menyampaikan aspirasi dan pendapatnya. Rasa kurang percaya diri dan takut salah dalam mengutarakan pendapat masih mendominasi kondisi di dalam kelas. Hal ini jika ditelusuri disebabkan oleh latar belakang pendidikan orang tua dan lingkungan yang masih rendah sehingga motivasi akan pentingnya pendidikan masih kurang serta menganggap sekolah hanya untuk mendapat ijazah dan sekedar hadir di sekolah.
Tantangan di sekolah
Sebaik apapun program yang sudah disusun maka tidak akan terlaksana dengan maksimal jika masih kurangnya kerjasama dan kolaborasi dari berbagai pihak. Hal tersebut tidak jarang kita temui ketika ada program yang disusun oleh sekolah. Masih kita temui ada yang pro dan kontra dan menganggap bahwa siapa yang mencetus program, maka dialah yang harus melaksanakan atau memberikan contoh. Bukannya malah merangkul bersama dan berkomitmen dalam melaksanakan program tersebut. Dari hal ini kita dapat menyimpulkan bahwa minat guru untuk mengembangkan student agency masih rendah. Selain itu tantangan yang pada umumnya terjadi di sekolah adalah minimnya dana yang dapat menyokong terselenggaranya program yang berpihak pada murid. Sehingga kadangkala program yang tercetus gagal diimplementasikan karena kekurangan dana yang dimiliki sekolah.
4) Memunculkan alternatif solusi terhadap tantangan yang diidentifikasi
Tantangan dalam kelas
Adapun langkah yang akan saya ambil sebagai alternatif solusi di kelas adalah dengan menggunakan pendekatan yang menarik, penuh tantangan dan melibatkan upaya/ keaktifan murid dalam pembelajaran. Salah satu contoh dengan memberikan pertanyaan pemantik agar muncul rasa ingin tahu dan juga memberikan tantangan proyek sesuai kesepakatan bersama kepada murid sehingga terpacu motivasinya. Kesepakatan belajar diawal pembelajaran juga dibutuhkan untuk melatih komitmen murid agar dapat melakukan yang terbaik sesuai kesepakatan bersama sehingga tujuan pembelajaran dapat tercapai. Hal lain yang saya lakukan untuk menumbuhkan kepercayaan diri dan kemampuan murid dalam menyampaikan gagasan adalah dengan menuliskan ide/gagasan tersebut pada buku pribadi (dikumpulkan ke wali kelas) bagi murid yang memang memiliki masalah dengan kepercayaan dirinya ketika harus berbicara di depan umum secara langsung. Selain itu, keyakinan kelas yang sudah dibentuk diawal tahun pelajaran akan menumbuhkan budaya positif yang berlaku di kelas tersebut dan memperkuat kepemimpinan murid.
Tantangan di sekolah
Sebagai alternatif solusi tantangan di sekolah, perlu adanya koordinasi dengan kepala sekolah, dewan guru maupun warga sekolah yang lain dalam menumbuhkembangkan kepemimpinan murid (student agency). Budaya positif perlu ditananamkan sehingga berimplikasi pada adanya perubahan mindset warga sekolah mengenai potensi masing-masing. Kemajuan sekolah akan mudah diwujudkan jika semua warga sekolah satu visi, satu tujuan dan kompak dalam membangun komunikasi dan kolaborasi dalam mensukseskan program sekolah. Program yang variatif dan berpihak pada murid tak melulu harus berupa program yang baru dan membutuhkan dana yang besar. Untuk itulah penting sekali dalam merancang program sekolah dengan mengoptimalkan 7 asset yang dimiliki sekolah. Kerjasama dengan orang tua murid diperlukan untuk mendukung program sekolah yang berdampak positip pada murid.
C. Membuat keterhubungan
1) Pengalaman masa lalu
Ketika masih di jenjang SD kelas 6 (27 tahun silam) saya pernah mengikuti kegiatan kemah yang dilaksanakan di lapangan Kranjingan Kecamatan Sumbersari. Program yang diprakarsai oleh guru SD di gugus Sumbersari tersebut merupakan pengalaman pertama saya mengikuti kegiatan kemah. Rangkaian kegiatan yang menyenangkan dan penuh tantangan sulit dilupakan hingga saat ini. Dari kegiatan tersebut saya mendapat pembelajaran tentang pentingnya kolaborasi dengan rekan untuk keberhasilan suatu program yang sudah direncanakan. Kebersamaan dan kekompakan yang terjalin menjadi salah satu kunci kesuksesan yang mampu menumbuhkan jiwa kepemimpinan murid.
2) Penerapan di masa mendatang
Ilmu dan pemahaman yang sudah dimiliki setelah mempelajari modul ini harus saya terapkan dalam kehidupan sehari-hari terutama di sekolah. Berbagai ide segar haruslah dapat dicetuskan untuk menginspirasi sekolah dalam mewujudkan program yang berpihak pada murid dan melatih kepemimpinan murid. Dalam mewujudkan hal tersebut perlu adanya kolaborasi dari semua stakeholder sekolah. Rasa kepemilikan pada program yang sudah direncanakan harus menjadi penyemangat agar program tak hanya menjadi milik pribadi namun harus dapat diwujudkan untuk kesuksesan bersama.
3) Konsep atau praktik baik yang dilakukan dari modul lain yang telah dipelajari
- Keterkaitan modul 3.3 dan modul 1.1
Program yang berdampak positif pada murid seyogyanya menyesuaikan dengan kodrat alam dan kodrat zaman dalam menuntun murid mencapai kebahagiaan lahir batin (wellbeing). Seorang guru hanya dapat menuntun tumbuh atau hidupnya kekuatan-kekuatan itu, agar dapat memperbaiki lakunya (bukan dasarnya) hidup dan tumbuhnya itu sehingga kepercayaan diri murid akan terbentuk yang mampu membentuk mereka menjadi pemimpin pembelajaran.
- Keterkaitan modul 3.3 dan modul 1.2
Nilai-nilai dari seorang guru penggerak terdiri dari mandiri, reflektif, kolaboratif, inovatif dan berpihak pada murid. Nilai dan peran dari guru penggerak tidak terlepas dari cita-cita mulia untuk mewujudkan Profil Pelajar Pancasila dan merdeka belajar. Dalam menjalankan perannya, seorang guru tidak hanya cukup sebagai pemimpin pembelajaran di kelas, namun juga memiliki tanggung jawab sebagai pemimpin dalam pengelolaan program sekolah yang berpihak pada murid.
- Keterkaitan modul 3.3 dan modul 1.3
Untuk mewujudkan program yang berpihak pada murid, guru dapat menyusun prakarsa perubahan yang diharapkan menggunakan pendekatan inkuiri apresiatif (IA). Prakarsa perubahan yang diharapkan disusun dengan menggunakan tahapan BAGJA (Buat pertanyaan-Ambil Pelajaran-Gali mimpi-Jabarkan rencana-Atur eksekusi). Tahapan BAGJA dipakai karena berfokus pada kekuatan/asset yang dimiliki sekolah. Pada tahapan Jabarkan Rencana, guru dapat melibatkan suara, pilihan dan kepemilikan murid sehingga terbentuk student agency yang berdampak positif pada murid.
- Keterkaitan modul 3.3 dan modul 1.4
Keyakinan kelas yang terbentuk dengan menerapkan nilai kebajikan merupakan salah satu langkah dalam mewujudkan kepemimpinan murid di kelas sehingga budaya positif tercipta. Unsur suara, pilihan dan kepemilikan murid dapat diterapkan ketika merumuskan keyakinan kelas sebagai kesepakatan bersama.
- Keterkaitan modul 3.3 dan modul 2.1
Pembelajaran berdiferensiasi merupakan teknik yang dapat digunakan guru untuk mengakomodir keragaman yang dimiliki murid meliputi gaya belajar dan minat mereka serta memberikan layanan pembelajaran terbaik bagi murid. Dengan menerapkan pembelajaran berdiferensiasi diharapkan kepemimpinan murid (student agency) akan terwujud.
- Keterkaitan modul 3.3 dan modul 2.2
Dalam mengelola dan mewujudkan program yang berpihak pada murid, guru diharapkan dapat mengintegrasikan pembelajaran sosial dan emosional dalam kegiatan pembelajaran. Kehadiran sepenuhnya murid dalam pembelajaran (mindfulness) dapat diwujudkan dengan menerapkan teknik STOP maupun ice breaking sehingga terwujud kesejahteraan lahir batin (wellbeing).
- Keterkaitan modul 3.3 dan modul 2.3
Coaching dapat difungsikan sebagai strategi pemimpin pembelajaran dalam menuntun dan menggali potensi yang dimiliki oleh anak. Selain itu coaching juga memberikan keleluasaan anak untuk berkembang dan menggali proses berpikir. Dalam pengelolaan program yang berdampak pada murid, coaching dapat digunakan sebagai strategi untuk mengembangkan sumber daya murid, mengembangkan kepemimpinan murid, menggali potensi murid untuk mencapai tujuan pendidikan yaitu keselamatan dan kebahagiaan anak setinggi-tingginya. Hal ini dikarenakan hubungan antara guru dan murid bersifat kemitraan sehingga diharapkan jiwa kepemimpinan murid (student agency) dapat diwujudkan.
- Keterkaitan modul 3.3 dan modul 3.1
Sekolah sebagai institusi moral harus dapat menyusun program yang berdampak positif bagi murid yang mengandung nilai kebajikan di dalamnya. Walaupun kadangkala sekolah dihadapkan pada dilema etika yang menuntut kebijaksanaan dalam pengambilan keputusan, maka orientasi pada kepentingan murid dan menumbuhkan jiwa kepemimpinan murid (student agency) harus menjadi fokus utama.
- Keterkaitan modul 3.3 dan modul 3.2
Dalam mengelola sumber daya yang dimiliki, sekolah dapat memanfaatkan konsep pendekatan pengembangan komunitas berbasis asset yang meliputi modal manusia, modal sosial, modal agama dan budaya, modal fisik, modal lingkungan (alam), modal politik, dan modal finansial. Dengan mengoptimalkan ketujuh asset yang ada, kita dapat merancang program sekolah yang berdampak positif bagi murid terutama dalam membentuk kepemimpinan murid (student agency).
4) Informasi yang didapat dari orang atau sumber lain di luar bahan ajar PGP.
Dalam buku berjudul The Growth Mindset karya Annie Brock & Heather Hundley menyampaikan bahwa ketika murid belajar tentang mindset, mereka memperoleh pemahaman tentang kekuatan mereka dalam mengukir masa depan mereka sendiri. Hal ini jika dikaitkan dengan modul 3.3, bahwa jika murid mampu menumbuhkan growth mindset (melalui bimbingan dari guru yang growth mindset juga) maka murid akan mampu menjadi pemimpin pembelajaran yang dapat menyampaikan suara, pilihan dan kepemilikan akan program sekolah sehingga kepemimpinan murid (student agency) akan dapat terwujud.